Kematian adalah sesuatu yang pasti, kematian bukanlah
sesuatu hal yang asing bagi seorang hamba,masing-masing orang tahu bahwa setiap
manusia telah ditentukan umurnya dalam dunia ini. Allah berfirman:
كلّ نفس ذائقة
الموت
“setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian”
(al-imran:185)
كلّ من علليها فان ، ويبقى وجه
ربّك ذوالجلا ل والإكرام
“semua yang diatas bumi akan binasa,dan yang kekal hanyalah
wajah rob-Mu yang mempunyai (mamiliki) kebesarab dan kemulian” (ra-rahman
26-27)
Almawardi r.a berkata: Allah menjadikan kematian sebagai suatu
kepastian atas hamba-hamba-Nya dan perjalanan akhir bagi seluruh makhlukNya
(lihat al-hani al-kabir syarh Mukhtashar al-muzani,3/3)
Demikianlah kematian adalah akhir dari perjalanan setiap
hamba di bumi ini. Dan dengan kematian berakhirlah amal-amal didunia ini dan
terbukalah balasan di akherat,Allah berfirman:
ليجزي الذين اساءوا بما
عملوا ويجزي الذين
أحسنوا بالحسنى
“Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yg berbuat
jahat terhadap apa yg telah mereka kerjakan, dan memberikan balasan kepada
orang-orang yg berbuat baik dengan pahala yg lebih baik” (An-Najm,31)
Maka sepantasnyalah bagi orang yg mengakui adanya kematian
untuk mengambil pelajaran darinya. Dan sepantasnyalah bagi orang yg meyakini
adanya negri akhirat untuk beramal sebagai bekal untuk menuju kesana. Allah
berfirman:
فمن يعمل مثقال ذرّة
خيرا يره ، و من يعمل مثقال ذرّة
شرّا يره
“Maka barang siapa yang
mengerjakan amal kebaikan seberat dzahrahpun niscahya dia akan melihat
balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzahrapun niscaya
dia akan melihatnya pula” (az-zalzalah,7-8)
Mungkin diantara kita ada yang menyaksikan,bahkan mungkin telah
sering menyaksikan teman,kerabat. ,ataupun tetangga kita yang sedang menjemput
ajalnya. Namun mungkin pada saat itu kita terpaku,apa yang harus kita lakukan
terhadap orang yang sedang sakaratul maut tersebut?
Lalu ketika jasadnya terbujur kaku tak memiliki roh lagi,
maka mungkin timbul pertanyaan yang kesekian kalinya dalam diri kita,amalan
apakah yang ditentukan pada saat itu? Dan bagaimana cara pengurusan jenazah
yang benar? maka dari sinilah saya membuat tulisan ini dengan memohon
pertolongan kepada Allah agar tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik,guna
member pelajaran kepada pembaca sehubungan dengan permasalahan di atas. Semoga
ini menjadi amalan sholeh bagi kita semua amiin.
A.SAAT MENJELANG MAUT
Ketika kita sedang menemui orang tua,anak,sauadara ataupun
istri kita yang hendak menjemput maut, disyariatkan kepada kita untuk melakukan
beberapa amalan sebagai berikut:
1.
Mentalkinkan dengan kalimat
syahadat (la ilaha illallah) karena rasulullah telah memerintahkan hal
tersebut. Beliau bersabda:
عن ابي
سعيد و
ابي هريرة رضى الله عنهما لقّنوا
موثاكم لاإله إلاّ الله
“talkinlah orang yang hendak meninggal diantara
kalian dengan laa ilaha illiah: (HR.muslim,abu daud, dan lainnya dari abu sa’id
dan abu hurairah)
Caatatan:
a.
Yang dimaksud dengan ucapan
laa ilaha illallah dalam hadits ini dan yang lainnya adalah dua kalimat
syahadat artinya; termasuk juga kalimat Muhammad darasulullah, karena tidak
diterima salah satu syahadat ini tanpa syahadat yang lain (lihat al-fath
2/138,subulus salam 2/144). Mengucapkan laa ilahaa illallah pada saat meninggal
mempunyai manfaat yang besar sebaimana ditunjukkan oleh hadist berikut:
من
كان أخر كلا مه
لاإله إلاّ الله دخل الجنّة
“ Barang siapa yang akhir
ucapannya laa ilaha illallah maka ia akan masuk jannah” (HR Abu daud ,di hasankan oleh syaikh al bani
dalam irawa’ul ghalil no 687)
b.
Yang dimaksudkan dengan
talkin pada hadist di atas bukanlah para hadirin mengucapkan syahadat di
hadapan orang yang akan meninggal dan diperdengarkan kepadanya, dan juga bukan
menyiram air dengan tata cara tertentu yang diiringi dengan doa tertentu diatas
kubur setelah mayit dimakamkan, akan tetapi menuntunkan orang yang akan
meninggal tersebut agar dia ingat dan bisa mengucapkan kalimat tersebut. Makna
(pengertian) yang demikian ini ditunjukkan oleh hadist berikut ini:
Anas bin Malik bercerita bahwa pada suatu Rasulullah menjenguk seorang
sahabat dari kalangan anshor yang akan meninggal lalu beliau bersabda kepadanya:
يا خل ! قل
لا إله إلاّ
الله
“Wahai paman (dari pihak
ibu) ucapkanlah laa ilaaha illallah” (HR. Ahmad 3/152, 154, syaikh Al-Bani
berkata sanadnya shohih diatas syarat Muslim, lihat ahkamul jana’iz)
c.
Hadist Abu sa’id dan Abu
hurairah tentang talkin diatas maknanya adalah mengingatkan orang yang
menjelang wafat terhadap laa ilaaha illallah agar kalimat ini menjadi akhir
ucapannya sebagaimana ditunjukkan oleh hadist: “Barang siapa yang dikahir
kalamnya laa ilaaha illallah maka ia akan masuk jannah” (Hadist hasan riwayat
Abu Daud)
d.
Perintah mentalqin pada
hadist ini adalah perintah yang bersifat sunnah. Ulama sepakat tentang disyariatkannya
talqin dan mereka tidak suka memperbanyak (mengulang-ulang) dan terus-menerus mentalqin orang yang akan
wafat karena dikhawatirkandia akan bosan
dan bingung karena sempit dan besarnya musibah yang akan dihadapinya
akan tetapi bila dia (orang yang meninggal) telah hinggmengucapkan sekali maka
yang demikian itu telah cukup baginya, sehingga tidak perlu mentalkinnya lagi.
Namun jika setelah itu dia menngcapkan kalimat yang lain, maka dia diingatkan
kembali untuk mengucapkan kalimat tersebut, agar kalimat tersebut menjadi akhir
ucapannya, (lihat syarhu muslim 2/580)
e.
Hadist ini sama sekali
tidak menunjukkan adanya talqin kepada mayat setelah meninggal, sehingga barang
siapa yang mentalqin sesudah meninggal maka sungguh dia telah melakukan hal
yang tidak dilakukan oleh rasul maupun para sahabatnya. Adapun membaca yasin
disisi orang yang akan meninggal atau yang telah meninggal adalah perkara yang
tidak ada sumbernya (asalnya) dalam syariat, berhubungan karena hadist tentang
hal tersebut tidak sampai pada derajat shohih diantaranya hadist Ma’qil bin
yasaar dia berkata bahwa nabi bersabda:
إقرئوا على موتاكم
يَس
“Bacalah pada orang yang akan mati
dari kalian surat yasin (HR. Abu daud, Nasa’I, Ibnu hibban)
-
Berkata Al hafidz Ibnu
hajar dalam At-talkhis hadist ini seluruh sanadnya dhoif.
-
Berkata Al imam daraquthni
hadist ini sanad-sanadnya goncang (mudhthorib) dan tidak diketahui matannya
(majhul matan) dan hadist ini tidak shohih.
-
Hadist ini tidak sampai
pada derajat shohih karena dalam sanadnya (nara sumber) ada yang bernama Abu
ustman dan bapaknya. Abu ustman adalah majhul demikian juga bapaknya. (lihat
Subublus salam 2/177)
-
Syaikh Al bani berkata
hadist-hadist tentang masalah ini tidak satupun yang sampai pada derajat shohih (lihat Ahkamul Janaiz)
Kesimpulan :
Ketahuilah telah
jelas bagi kita bahwa hadist-hadist dalam hal ini semuanya adalah hadist dhoif
maka kita tidak boleh beramal denagnnya karena hadist dhoif adalah hadist yang
tidak bersumber dari nabi. Ingatlah dalam amalan setiap muslim haruslah
mencontoh pada pengamalan rasul agar amalan tersebut bernilai disisi Allah,
Rasulullah SAW bersabda:
من
عمل عملا ليس
عليه أ مرنا فهو
ردّ
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan
berdasarkan perintah kami maka amalan tersebut tertolak (Hadist dari Aisyah,
riwayat Muslim).
2.
Mendoakan kebaikan untuknya dan jangan mengucapkan
dihadapannya kecuali kebaikan. Hal ini berdasarkan hadist:
إذا حضرتم المريض او
الميّث
فقولوا خيرا فإ نّ الملائكة
يأمّنون ما تقولون
“Bila kalian menjenguk orang yang
sakit atau orang yang meninggal maka ucapkanlah kebaikan, karena para malaikat
mengaminkan apa yang kalian ucapkan” (HR. Muslim no: 919).
Penutup bagian ini:
Ketika Rasullah masuk menemui Abu salamah yang waktu itu telah meninggal
beliau mendapatinya dalam keadaan kedua matanya terbuka memandang keatas maka
beliau menutup kedua matanya sambil berkata: “Sesungguhnya ruh bila dicabut,
diikuti oleh pandangan mata. Maka keluarga Abu salamah ramai membicarakan hal
tersebut sampai terdengar oleh rasul kegaduhan suara mereka maka beliau
bersabda : “Janganlah kalian mendoakan diri kalian kecuali dengan kebaikan
karena para malaikat megaminkan apa yang kalian ucapkan”. Kemudian beliau berdoa:
اللهمّ اغفر
لأبىي سلمة و ارفغ
درجة في المهديّين و ا خلفه في عقبه
في الغابرين و اغفرلنا وله يا ربّ العالمين , وفسح له في قبره و نوّر له
فيه
Artinya: “ya Alloh ampunilah abu salamah,tinggikan derajatnya dikalangan
orang-orang yang diberikan hidayah, gantikanlah dia dalam keturunannya dengan
orang masih hidup (yang lebih baik), ampunilah kami dan dia. Yaa Rabbal ‘alamin
lapangkanlah dan berikanlah cahaya kepadanya dalam kuburnya” (HR. Muslim
no.920)
Kisah ini menunjukkan beberapa pelajaran
diantaranya:
-
Ta’ziah (mengunjungi orang yang telah meninggal) sebelum
dilakukan sholat jenazah itu juga ada doanya
-
Disunahkan bagi yang hadir untuk menutupkan kedua mata
mayyit apabila matanya terbelalak (terbuka) dan mendoakan kebaikan untuknya.
Kemudian hal-hal yang
lainnya adalah:
a.
Jika dikhawatirkan mulut jenazah tersebut akan terbuka
maka dibolehkan untuk mengikat bagian bawah dagunya dengan kain yang tidak
kendor (agar mulutnya tidak terbuka). Memang perkara ini tidak ada dalilnya
secara khusus namun dalam rangka menutup aib (sesuatu yang buruk) dari si mayit
tersebut. (lihat syarhul munti’ 2/47 dan Al umm 1/248).
b.
Meletakkan kedua tangannya mayit) di dada. (Al-umm, karya
imam Syafi’I 1/248)
c.
Jika mayit mempunyai hutang maka segera dilunasi dengan
harta si mayit namun jika dia tidak memiliki harta maka hutangnya boleh dibayar
(ditanggung) oleh orang lain baik kerabatnya (ahli waris) maupun bukan
kerabatnya (Al Mugni 2/162). Hal ini banyak ditunjukkan oleh hadist-hadist
shohih.
d.
Sebelum penyelenggaraan jenazah hendaknya dipastikan
bahwa mayit telah benar-benar meninggal bukan pingsan. Jika hal ini telah
dipastikan maka mayit tersebut harus segera dimandikan, dikafani, dan disholati
serta dimakamkan tanpa menunggu
kerabatnya yang jauh. Berkata imam Ahmad “memuliakannya adalah dengan
menyegerakan pengurusan jenazahnya”. Demikianlah yang dikatakan imim Syafi’i
(lihat Al-umm /243, Al mughni 2/162, Al-majmu 5/125 dan Syarhul mumti 2/480).
Hadist-hadist tentang hal ini sangat banyak, insya Allah kita bahas pada bab
selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar