Selasa, 15 Mei 2012

HUKUM JENAZAH Bag 1


Kematian adalah sesuatu yang pasti, kematian bukanlah sesuatu hal yang asing bagi seorang hamba,masing-masing orang tahu bahwa setiap manusia telah ditentukan umurnya dalam dunia ini. Allah berfirman:
كلّ  نفس  ذائقة  الموت                                  
“setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian” (al-imran:185)
كلّ  من  علليها فان ، ويبقى  وجه  ربّك  ذوالجلا ل  والإكرام                                 
“semua yang diatas bumi akan binasa,dan yang kekal hanyalah wajah rob-Mu yang mempunyai (mamiliki) kebesarab dan kemulian” (ra-rahman 26-27)
Almawardi r.a berkata: Allah menjadikan kematian sebagai suatu kepastian atas hamba-hamba-Nya dan perjalanan akhir bagi seluruh makhlukNya (lihat al-hani al-kabir syarh Mukhtashar al-muzani,3/3)
Demikianlah kematian adalah akhir dari perjalanan setiap hamba di bumi ini. Dan dengan kematian berakhirlah amal-amal didunia ini dan terbukalah balasan di akherat,Allah berfirman:
ليجزي الذين اساءوا  بما عملوا  ويجزي  الذين  أحسنوا بالحسنى                                    
“Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yg berbuat jahat terhadap apa yg telah mereka kerjakan, dan memberikan balasan kepada orang-orang yg berbuat baik dengan pahala yg lebih baik” (An-Najm,31)
Maka sepantasnyalah bagi orang yg mengakui adanya kematian untuk mengambil pelajaran darinya. Dan sepantasnyalah bagi orang yg meyakini adanya negri akhirat untuk beramal sebagai bekal untuk menuju kesana. Allah berfirman:
فمن  يعمل  مثقال  ذرّة  خيرا يره ، و من  يعمل  مثقال  ذرّة  شرّا  يره                               
“Maka barang siapa yang  mengerjakan amal kebaikan seberat dzahrahpun niscahya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzahrapun niscaya dia akan melihatnya pula” (az-zalzalah,7-8)

Mungkin diantara kita ada yang menyaksikan,bahkan mungkin telah sering menyaksikan teman,kerabat. ,ataupun tetangga kita yang sedang menjemput ajalnya. Namun mungkin pada saat itu kita terpaku,apa yang harus kita lakukan terhadap orang yang sedang sakaratul maut tersebut?
Lalu ketika jasadnya terbujur kaku tak memiliki roh lagi, maka mungkin timbul pertanyaan yang kesekian kalinya dalam diri kita,amalan apakah yang ditentukan pada saat itu? Dan bagaimana cara pengurusan jenazah yang benar? maka dari sinilah saya membuat tulisan ini dengan memohon pertolongan kepada Allah agar tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik,guna member pelajaran kepada pembaca sehubungan dengan permasalahan di atas. Semoga ini menjadi amalan sholeh bagi kita semua amiin.

A.SAAT MENJELANG MAUT
Ketika kita sedang menemui orang tua,anak,sauadara ataupun istri kita yang hendak menjemput maut, disyariatkan kepada kita untuk melakukan beberapa amalan  sebagai berikut:
1.       Mentalkinkan dengan kalimat syahadat (la ilaha illallah) karena rasulullah telah memerintahkan hal tersebut. Beliau bersabda:
  عن  ابي سعيد  و  ابي هريرة   رضى الله عنهما    لقّنوا  موثاكم  لاإله  إلاّ الله                         
“talkinlah orang yang hendak meninggal diantara kalian dengan laa ilaha illiah: (HR.muslim,abu daud, dan lainnya dari abu sa’id dan abu hurairah)
Caatatan:
a.       Yang dimaksud dengan ucapan laa ilaha illallah dalam hadits ini dan yang lainnya adalah dua kalimat syahadat artinya; termasuk juga kalimat Muhammad darasulullah, karena tidak diterima salah satu syahadat ini tanpa syahadat yang lain (lihat al-fath 2/138,subulus salam 2/144). Mengucapkan laa ilahaa illallah pada saat meninggal mempunyai manfaat yang besar sebaimana ditunjukkan oleh hadist berikut:
 من  كان  أخر  كلا مه  لاإله إلاّ الله  دخل  الجنّة                                     
 “ Barang siapa yang akhir ucapannya laa ilaha illallah maka ia akan masuk jannah”  (HR Abu daud ,di hasankan oleh syaikh al bani dalam irawa’ul ghalil no 687)
b.      Yang dimaksudkan dengan talkin pada hadist di atas bukanlah para hadirin mengucapkan syahadat di hadapan orang yang akan meninggal dan diperdengarkan kepadanya, dan juga bukan menyiram air dengan tata cara tertentu yang diiringi dengan doa tertentu diatas kubur setelah mayit dimakamkan, akan tetapi menuntunkan orang yang akan meninggal tersebut agar dia ingat dan bisa mengucapkan kalimat tersebut. Makna (pengertian) yang demikian ini ditunjukkan oleh hadist berikut ini:
Anas bin Malik bercerita bahwa pada suatu Rasulullah menjenguk seorang sahabat dari kalangan anshor yang akan meninggal lalu beliau bersabda kepadanya:

 يا خل  ! قل  لا  إله  إلاّ  الله                                                     
 “Wahai paman (dari pihak ibu) ucapkanlah laa ilaaha illallah” (HR. Ahmad 3/152, 154, syaikh Al-Bani berkata sanadnya shohih diatas syarat Muslim, lihat ahkamul jana’iz)
c.       Hadist Abu sa’id dan Abu hurairah tentang talkin diatas maknanya adalah mengingatkan orang yang menjelang wafat terhadap laa ilaaha illallah agar kalimat ini menjadi akhir ucapannya sebagaimana ditunjukkan oleh hadist: “Barang siapa yang dikahir kalamnya laa ilaaha illallah maka ia akan masuk jannah” (Hadist hasan riwayat Abu Daud)
d.      Perintah mentalqin pada hadist ini adalah perintah yang bersifat sunnah. Ulama sepakat tentang disyariatkannya talqin dan mereka tidak suka memperbanyak (mengulang-ulang)  dan terus-menerus mentalqin orang yang akan wafat karena dikhawatirkandia akan bosan  dan bingung karena sempit dan besarnya musibah yang akan dihadapinya akan tetapi bila dia (orang yang meninggal) telah hinggmengucapkan sekali maka yang demikian itu telah cukup baginya, sehingga tidak perlu mentalkinnya lagi. Namun jika setelah itu dia menngcapkan kalimat yang lain, maka dia diingatkan kembali untuk mengucapkan kalimat tersebut, agar kalimat tersebut menjadi akhir ucapannya, (lihat syarhu muslim 2/580)
e.      Hadist ini sama sekali tidak menunjukkan adanya talqin kepada mayat setelah meninggal, sehingga barang siapa yang mentalqin sesudah meninggal maka sungguh dia telah melakukan hal yang tidak dilakukan oleh rasul maupun para sahabatnya. Adapun membaca yasin disisi orang yang akan meninggal atau yang telah meninggal adalah perkara yang tidak ada sumbernya (asalnya) dalam syariat, berhubungan karena hadist tentang hal tersebut tidak sampai pada derajat shohih diantaranya hadist Ma’qil bin yasaar dia berkata bahwa nabi bersabda:
إقرئوا  على  موتاكم  يَس                                                       
 “Bacalah pada orang yang akan mati dari kalian surat yasin (HR. Abu daud, Nasa’I, Ibnu hibban)
-          Berkata Al hafidz Ibnu hajar dalam At-talkhis hadist ini seluruh sanadnya dhoif.
-          Berkata Al imam daraquthni hadist ini sanad-sanadnya goncang (mudhthorib) dan tidak diketahui matannya (majhul matan) dan hadist ini tidak shohih.
-          Hadist ini tidak sampai pada derajat shohih karena dalam sanadnya (nara sumber) ada yang bernama Abu ustman dan bapaknya. Abu ustman adalah majhul demikian juga bapaknya. (lihat Subublus salam 2/177)
-          Syaikh Al bani berkata hadist-hadist tentang masalah ini tidak satupun yang sampai pada derajat shohih (lihat Ahkamul Janaiz)
Kesimpulan :
 Ketahuilah telah jelas bagi kita bahwa hadist-hadist dalam hal ini semuanya adalah hadist dhoif maka kita tidak boleh beramal denagnnya karena hadist dhoif adalah hadist yang tidak bersumber dari nabi. Ingatlah dalam amalan setiap muslim haruslah mencontoh pada pengamalan rasul agar amalan tersebut bernilai disisi Allah, Rasulullah SAW bersabda:
من  عمل  عملا  ليس  عليه  أ مرنا  فهو  ردّ                                            
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan berdasarkan perintah kami maka amalan tersebut tertolak (Hadist dari Aisyah, riwayat Muslim).
2.       Mendoakan kebaikan untuknya dan jangan mengucapkan dihadapannya kecuali kebaikan. Hal ini berdasarkan hadist:
إذا  حضرتم  المريض  او  الميّث   فقولوا   خيرا  فإ نّ  الملائكة   يأمّنون   ما  تقولون                     
 “Bila kalian menjenguk orang yang sakit atau orang yang meninggal maka ucapkanlah kebaikan, karena para malaikat mengaminkan apa yang kalian ucapkan” (HR. Muslim no: 919).
Penutup bagian ini:
Ketika Rasullah masuk menemui Abu salamah yang waktu itu telah meninggal beliau mendapatinya dalam keadaan kedua matanya terbuka memandang keatas maka beliau menutup kedua matanya sambil berkata: “Sesungguhnya ruh bila dicabut, diikuti oleh pandangan mata. Maka keluarga Abu salamah ramai membicarakan hal tersebut sampai terdengar oleh rasul kegaduhan suara mereka maka beliau bersabda : “Janganlah kalian mendoakan diri kalian kecuali dengan kebaikan karena para malaikat megaminkan apa yang kalian ucapkan”. Kemudian beliau berdoa:
اللهمّ  اغفر  لأبىي  سلمة   و ارفغ  درجة   في  المهديّين  و ا خلفه  في  عقبه  في  الغابرين   و اغفرلنا  وله   يا ربّ العالمين  , وفسح  له   في  قبره   و  نوّر  له  فيه                                                                            
Artinya: “ya Alloh ampunilah abu salamah,tinggikan derajatnya dikalangan orang-orang yang diberikan hidayah, gantikanlah dia dalam keturunannya dengan orang masih hidup (yang lebih baik), ampunilah kami dan dia. Yaa Rabbal ‘alamin lapangkanlah dan berikanlah cahaya kepadanya dalam kuburnya” (HR. Muslim no.920)

Kisah ini menunjukkan beberapa pelajaran diantaranya:
-          Ta’ziah (mengunjungi orang yang telah meninggal) sebelum dilakukan sholat jenazah itu juga ada doanya
-          Disunahkan bagi yang hadir untuk menutupkan kedua mata mayyit apabila matanya terbelalak (terbuka) dan mendoakan kebaikan untuknya.
Kemudian hal-hal yang lainnya adalah:
a.       Jika dikhawatirkan mulut jenazah tersebut akan terbuka maka dibolehkan untuk mengikat bagian bawah dagunya dengan kain yang tidak kendor (agar mulutnya tidak terbuka). Memang perkara ini tidak ada dalilnya secara khusus namun dalam rangka menutup aib (sesuatu yang buruk) dari si mayit tersebut. (lihat syarhul munti’ 2/47 dan Al umm 1/248).
b.      Meletakkan kedua tangannya mayit) di dada. (Al-umm, karya imam Syafi’I 1/248)
c.       Jika mayit mempunyai hutang maka segera dilunasi dengan harta si mayit namun jika dia tidak memiliki harta maka hutangnya boleh dibayar (ditanggung) oleh orang lain baik kerabatnya (ahli waris) maupun bukan kerabatnya (Al Mugni 2/162). Hal ini banyak ditunjukkan oleh hadist-hadist shohih.
d.      Sebelum penyelenggaraan jenazah hendaknya dipastikan bahwa mayit telah benar-benar meninggal bukan pingsan. Jika hal ini telah dipastikan maka mayit tersebut harus segera dimandikan, dikafani, dan disholati serta dimakamkan tanpa menunggu  kerabatnya yang jauh. Berkata imam Ahmad “memuliakannya adalah dengan menyegerakan pengurusan jenazahnya”. Demikianlah yang dikatakan imim Syafi’i (lihat Al-umm /243, Al mughni 2/162, Al-majmu 5/125 dan Syarhul mumti 2/480). Hadist-hadist tentang hal ini sangat banyak, insya Allah kita bahas pada bab selanjutnya.

0 komentar:

Posting Komentar