Selasa, 15 Mei 2012

HUKUM JENAZAH Bag 2


B.  MEMANDIKAN JENAZAH
Sosok jenazah terbujur dihadapan kita menanti uluran tangan insan yang hidup untuk mengurusnya. Demikian pengurusan jenasah, seperti memendikan,mengkafani, mensholatkan, dan menguburkan merupakan kewajiban orang yang hidup, namun bila sebagian orang telah menunaikannya maka gugurlah kewajiban orang lainnya ( al-muhalla 4/343).
Hukum memandikan jenazah di permasalahkan oleh para ulama. Adapun perkataan imam Nawawi dalam (Al-Majmu’ 5/122) bahwa telah terjadi ijma (kesepakatan) diantara para ulama tentang hukum memandikan jenazah  adalah tidak benar karena Alhafidz ibnu hajar Al-asqalani berkata perselisihan pendapat tentang masalah ini masyhur di kalangan mazhab malikiyyah. Sampai-sampai Al imam qurthubi menguatkan pendapat yang mengatakan hukumnya sunnah, akan tetapi jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat wajib. Dan Ibnul arabi telah membantah orang-orang yang menyelisihi pendapat jumhur. (lihat Al-fath 3/156).

TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH
Memasuki pembahasan ini dan pembahasan selanjutnya adalah dimulai dengan penyebutan hadist kemudian mengurai kandungan hukumnya yang ada dalam hadist-hadist tersebut guna mempermudah pembaca dalam memahami setiap permasalahan.
Ketika mayat diletakkan di tempat yang disiapkan untuk dimandikan (dalam keadaan berbaring) maka orang yang memandikannya hendaklah mengangkat kepala mayat tersebut hingga mendekati posisi duduk sambil tangan yang satunya menekan (urut) perut mayat dengan lembut agar keluar kotoran yang mungkin masih tersisa (ada) dalam perutnya (lihat Syarhul mumti’ 2/493), kemudian kotoran yang keluar itu dibersihkan dan mayat tersebut di istinjakkan. Hendaklah orang yang memandikan mayat menggunakan dua kain lap /pengalas tangan (sarung tangan dan yang semisalnya) yang satunya digunakan untuk mengistinjakkan mayat dan yang satunya dipakai untuk memandikan mayat agar tangan orang yang memandikan itu tidak bersentuhan langsung dengan jasad (tubuh) mayat ,(Al-umm 3/403).
Dan hendaklah di daerah (temapt) memandikan mayat itu diletakkan  wawangian seperti bakhur (dupa yang dibakar sehingga asapnya menyebarkan bau yang wangi) agar bau tersebut bisa menutupi bau kotoran mayat tesebut (lihat al-mughi 2/165). Selanjutnya hadist berikut ini mengawali pambahasan tata cara memandikan mayat (jenasah). Ummu athiyah  salah seorang sahabiyah yang biasa memandikan jenasah wanita di zaman nabi, dia becerita bahwa pada suatu ketika nabi masuk menemani kami yang pada saat itu kami akan memandikan jenasah salah seorang putri beliau lalu bersabda:
اغسلنها  ثلاثا  أو  خمسا  أو  اكثر  من  ذالك  إن  رأيتنّ  بماء  و  سدر  و اجعلن  الأَ خرة  كافورا  أو  شيئا  من   كافور  , فإذا فرغتنّ  فاَذنّني  , فلمّا  فرغنا  اَ ذنّاه  فائعطا نا  حقوة   فقال  اشعرنها  ايّاه  تعنى  ازاره                                              
“ mandikan dia tiga kali atau lima kali atau lebih banyak dari itu jika kalian mengganggap itu perlu dan menggunakan air dan daun sidr. Jadilkanlah akhir basuhannya bercampur dengan kapur barus atau sedikit dari kapur barus. Jika kalian telah selesai berritahu aku, maka ketika kami telah selesai kamipun beritahu beliau maka beliaupun memberikan kepada kami sarungnya dan berkata : Selimutilah dia dengan sarung ini (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menunjukkan beberapa pelajaran:
a.       Jenazah wanita tidak boleh dimandikan oleh laki-laki sekalipun itu adalah mahramnya kecuali suami boleh memandikan isteri dan sebaliknya, begitu pula budak (wanita) boleh dimandikan oleh tuannya dan budak wanita boleh memandikan tuannya. (lihat Taisirul ‘Allam 1/364).
b.      Disunnahkan memandikan jenazah dengan jumlah yang ganjil, boleh tiga kali atau lebih jika hal itu depierlukan (tapi dalam jumlah ganjil).
c.       Pada sebagian siraman, air dicampur dengan daun sidr yang dihaluskan, namun jika tidak ada bisa diganti dengan sabun atau semisalnya (lihat Ahkamul janaiz hal.64)
d.      Pada akhir basuhan air dicampur dengan wewangian, lebih utama dicampur dengan kapur barus yang dihaluskan (lihat Syarhul mumti’ 2/497 dan Ahkamul janaiz hal.65)
e.      Bolehnya mengkafani jenazah wanita dengan sarung meskipun itu sarung lelaki (insya Allah dibahas pada pembahasan kafan
Ingat setelah mayat diistinjakkan maka mayit tersebut diwudhukan sebelum dimandikan sebagaimana ditunjukkan oleh hadist berikut ini:
عن امّ عطيّة رضي الله عنها قالت  قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم  في غسل إبنته  ابدأن بميامنها  ومواضع الوضوء منها  
 “Dari Ummu Athiyah dia berkata: Rasulullah bersabda ketika putrinya dimandikan “mulailah dari bagian kanannya dan tempat-tempat wudhunya” (HR. Bukhari).
Pelajaran hadist:
a.mulai memandikan mayyit dengan diwudhukan telebih dahulu sabagaimana wudhu unutk sholat, temasuk membersihkan mulut dan hidungnya. Hanya saja hidung dan mulut dibersihkan dengan kain kasat yang basah atau semisalnya (al-mughni 2/165 dan al-fath)
b. setelah itu dimulai dengan membasuh anggota badan bagian kanan. Al imam syafi’I berkata: “ kemudian  mayit dimandikan dari bagian sisi kanan lehernya, belahan kanan dadanya, rusuknya, paha dan betis kanannya. kemudian  bagi kirinya diperbuat seperti itu juga (seperti yang kanan) setelah itu mayyit dimiringkan ke rusuk kirinya lalu dicuci tengkuknya, paha dan betis kanannya. Kemudian dicuci bagian bawah kedua telapak kakinya, diantara dua pahanya, dan belahan pantatnya dengan kain perca (atau yang semisalnya). (lihat al-hawil kabir 3/10, al-majmu 5/133)
catatan:
-          Yang seperti ini terhitung satu kali. Dan hendaklah mayat tesebut ditutupi dengan kain di atasnya agar orang yang memandikan jenazah tidak melihat aurotnya. Ibnu Qadamah berkata: “ disenangi melepaskan pakaian si mayyit ketika hendak dimandikan dan auratnya ditutupi dengan kain”. (lihat al-mughni 2/163)
-          Jika mayyit tersebut adalah wanita atau lelaki yang berambut panjang maka setelah diwudhukan rambut digerai dan dicuci (boleh mengunakan sisir ini adalah pendapat imam syafi’I  (ingat mencuci pelan-pelan) (lihat al-fath). Berkata ibnu sirin: “ tidak mengapa rambut diurai”
-          Setelat rambut wanita dibersihkan maka dibuat menjadi tiga kepang (dua dibelakang satu di tengah agak kedepan) lalu diletakkan kebelakang. Hal ini ditunjukkan oleh hadist-hadist di bawah ini:
عن امّ عطيّة  انّهنّ جعلن رأس بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاثة قرون نقضنه ثمّ غسلنه ثمّ جعلنه ثلاثة قرون  

 “Dari Ummu Athiyah bahwa mereka menjadikan rambut putri rasulullah tiga kepang (HR. Bukhari no. 1260). Dan pada hadist yang ke 1263 dari shohih Bukhari terdapat lafadz tambahan yakni:
و القينا ها خلفها                                                                        
 “dan kami menempatkan nya di belakangnya (HR.Bukhari).
-          Sebagai penutup pembahasan ini adalah: jika mayat telah dimandikan lalu keluar kotoran maka kotoran tersebut dibersihkan lalu dimandikan lagi. (Al-umm 1/303). Jika dimandikan tiga kali lalu keluar kotoran lagi sehingga menjadi lima kali (lihat al-fath). Maksudnya harus tetap memperhatikan jumlah ganjil. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar