B. MEMANDIKAN JENAZAH
Sosok jenazah
terbujur dihadapan kita menanti uluran tangan insan yang hidup untuk
mengurusnya. Demikian pengurusan jenasah, seperti memendikan,mengkafani,
mensholatkan, dan menguburkan merupakan kewajiban orang yang hidup, namun bila
sebagian orang telah menunaikannya maka gugurlah kewajiban orang lainnya (
al-muhalla 4/343).
Hukum
memandikan jenazah di permasalahkan oleh para ulama. Adapun perkataan imam
Nawawi dalam (Al-Majmu’ 5/122) bahwa telah terjadi ijma (kesepakatan) diantara
para ulama tentang hukum memandikan jenazah
adalah tidak benar karena Alhafidz ibnu hajar Al-asqalani berkata
perselisihan pendapat tentang masalah ini masyhur di kalangan mazhab
malikiyyah. Sampai-sampai Al imam qurthubi menguatkan pendapat yang mengatakan
hukumnya sunnah, akan tetapi jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat wajib. Dan
Ibnul arabi telah membantah orang-orang yang menyelisihi pendapat jumhur.
(lihat Al-fath 3/156).
TATA CARA
MEMANDIKAN JENAZAH
Memasuki
pembahasan ini dan pembahasan selanjutnya adalah dimulai dengan penyebutan
hadist kemudian mengurai kandungan hukumnya yang ada dalam hadist-hadist
tersebut guna mempermudah pembaca dalam memahami setiap permasalahan.
Ketika mayat
diletakkan di tempat yang disiapkan untuk dimandikan (dalam keadaan berbaring)
maka orang yang memandikannya hendaklah mengangkat kepala mayat tersebut hingga
mendekati posisi duduk sambil tangan yang satunya menekan (urut) perut mayat
dengan lembut agar keluar kotoran yang mungkin masih tersisa (ada) dalam
perutnya (lihat Syarhul mumti’ 2/493), kemudian kotoran yang keluar itu
dibersihkan dan mayat tersebut di istinjakkan. Hendaklah orang yang memandikan
mayat menggunakan dua kain lap /pengalas tangan (sarung tangan dan yang
semisalnya) yang satunya digunakan untuk mengistinjakkan mayat dan yang satunya
dipakai untuk memandikan mayat agar tangan orang yang memandikan itu tidak
bersentuhan langsung dengan jasad (tubuh) mayat ,(Al-umm 3/403).
Dan hendaklah
di daerah (temapt) memandikan mayat itu diletakkan wawangian seperti bakhur (dupa yang dibakar
sehingga asapnya menyebarkan bau yang wangi) agar bau tersebut bisa menutupi
bau kotoran mayat tesebut (lihat al-mughi 2/165). Selanjutnya hadist berikut
ini mengawali pambahasan tata cara memandikan mayat (jenasah). Ummu
athiyah salah seorang sahabiyah yang
biasa memandikan jenasah wanita di zaman nabi, dia becerita bahwa pada suatu
ketika nabi masuk menemani kami yang pada saat itu kami akan memandikan jenasah
salah seorang putri beliau lalu bersabda:
اغسلنها ثلاثا أو
خمسا أو اكثر
من ذالك إن
رأيتنّ بماء و سدر و اجعلن
الأَ خرة كافورا أو شيئا
من كافور , فإذا فرغتنّ فاَذنّني , فلمّا فرغنا اَ
ذنّاه فائعطا نا حقوة فقال اشعرنها
ايّاه تعنى ازاره
“ mandikan
dia tiga kali atau lima kali atau lebih banyak dari itu jika kalian mengganggap
itu perlu dan menggunakan air dan daun sidr. Jadilkanlah akhir basuhannya
bercampur dengan kapur barus atau sedikit dari kapur barus. Jika kalian telah
selesai berritahu aku, maka ketika kami telah selesai kamipun beritahu beliau
maka beliaupun memberikan kepada kami sarungnya dan berkata : Selimutilah dia
dengan sarung ini (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist ini
menunjukkan beberapa pelajaran:
a.
Jenazah wanita tidak boleh dimandikan oleh laki-laki
sekalipun itu adalah mahramnya kecuali suami boleh memandikan isteri dan
sebaliknya, begitu pula budak (wanita) boleh dimandikan oleh tuannya dan budak
wanita boleh memandikan tuannya. (lihat Taisirul ‘Allam 1/364).
b.
Disunnahkan memandikan jenazah dengan jumlah yang ganjil,
boleh tiga kali atau lebih jika hal itu depierlukan (tapi dalam jumlah ganjil).
c.
Pada sebagian siraman, air dicampur dengan daun sidr yang
dihaluskan, namun jika tidak ada bisa diganti dengan sabun atau semisalnya (lihat
Ahkamul janaiz hal.64)
d.
Pada akhir basuhan air dicampur dengan wewangian, lebih
utama dicampur dengan kapur barus yang dihaluskan (lihat Syarhul mumti’ 2/497
dan Ahkamul janaiz hal.65)
e.
Bolehnya mengkafani jenazah wanita dengan sarung meskipun
itu sarung lelaki (insya Allah dibahas pada pembahasan kafan
Ingat setelah mayat diistinjakkan maka mayit tersebut
diwudhukan sebelum dimandikan sebagaimana ditunjukkan oleh hadist berikut ini:
عن امّ عطيّة رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم في غسل إبنته
ابدأن بميامنها ومواضع الوضوء منها
“Dari Ummu Athiyah dia
berkata: Rasulullah bersabda ketika putrinya dimandikan “mulailah dari bagian
kanannya dan tempat-tempat wudhunya” (HR. Bukhari).
Pelajaran hadist:
a.mulai memandikan mayyit dengan diwudhukan telebih
dahulu sabagaimana wudhu unutk sholat, temasuk membersihkan mulut dan
hidungnya. Hanya saja hidung dan mulut dibersihkan dengan kain kasat yang basah
atau semisalnya (al-mughni 2/165 dan al-fath)
b. setelah itu dimulai dengan membasuh anggota badan
bagian kanan. Al imam syafi’I berkata: “ kemudian mayit dimandikan dari bagian sisi kanan
lehernya, belahan kanan dadanya, rusuknya, paha dan betis kanannya.
kemudian bagi kirinya diperbuat seperti
itu juga (seperti yang kanan) setelah itu mayyit dimiringkan ke rusuk kirinya
lalu dicuci tengkuknya, paha dan betis kanannya. Kemudian dicuci bagian bawah
kedua telapak kakinya, diantara dua pahanya, dan belahan pantatnya dengan kain
perca (atau yang semisalnya). (lihat al-hawil kabir 3/10, al-majmu 5/133)
catatan:
-
Yang seperti ini terhitung satu kali. Dan hendaklah mayat
tesebut ditutupi dengan kain di atasnya agar orang yang memandikan jenazah
tidak melihat aurotnya. Ibnu Qadamah berkata: “ disenangi melepaskan pakaian si
mayyit ketika hendak dimandikan dan auratnya ditutupi dengan kain”. (lihat
al-mughni 2/163)
-
Jika mayyit tersebut adalah wanita atau lelaki yang
berambut panjang maka setelah diwudhukan rambut digerai dan dicuci (boleh
mengunakan sisir ini adalah pendapat imam syafi’I (ingat mencuci pelan-pelan) (lihat al-fath).
Berkata ibnu sirin: “ tidak mengapa rambut diurai”
-
Setelat rambut wanita dibersihkan maka dibuat menjadi
tiga kepang (dua dibelakang satu di tengah agak kedepan) lalu diletakkan kebelakang.
Hal ini ditunjukkan oleh hadist-hadist di bawah ini:
عن امّ عطيّة انّهنّ جعلن رأس بنت رسول الله صلى الله عليه
وسلم ثلاثة قرون نقضنه ثمّ غسلنه ثمّ جعلنه ثلاثة قرون
“Dari Ummu Athiyah bahwa mereka menjadikan
rambut putri rasulullah tiga kepang (HR. Bukhari no. 1260). Dan pada hadist
yang ke 1263 dari shohih Bukhari terdapat lafadz tambahan yakni:
و القينا ها خلفها
“dan kami menempatkan nya di belakangnya
(HR.Bukhari).
-
Sebagai penutup pembahasan ini adalah: jika mayat telah
dimandikan lalu keluar kotoran maka kotoran tersebut dibersihkan lalu
dimandikan lagi. (Al-umm 1/303). Jika dimandikan tiga kali lalu keluar kotoran
lagi sehingga menjadi lima kali (lihat al-fath). Maksudnya harus tetap memperhatikan
jumlah ganjil. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar