Kisah Cintanya Nabi kepada Aisyah
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan dirinya
terhadap Aisyah sebagaimana Abu Zar’ agar Aisyah sebagaimana Abu Zar’
terhadap istrinya Ummu Zar’ agar Aisyah tahu sayangnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada dirinya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada
Aisyah, “Wahai Aisyah diriku bagimu sebagaimana Abu Zar’ bagi Ummu Zar’
“. Berkata Imam An-Nawawi, “Para ulama berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian untuk menyenangkan hati
Aisyah dan menjelaskan bahwa ia telah bersikap baik dalam kehidupan
rumah tangga bersama Aisyah.”[1]
Bagaimanakah kisah Abu Zar’ dan Ummu Zar’?, marilah kita simak tuturan Ummul mukminin Aisyah[2] beserta penjelasan kisah mereka yang dirangkum dari kitab Fathul Bari[3], serta Faidah yang di ambil dari beberapa sumber[4].
((Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikitpun kabar tentang suami mereka. Maka wanita pertama berkata, “ Sesungguhnya suamiku adalah daging unta yang kurus[5] yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur[6] yang tidak mudah untuk di daki dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambili.”))
Maksudnya adalah sang wanita memisalkan keburukan akhlak suaminya seperti gunung terjal, yang sulit untuk di daki, demikian juga sifat sombong suaminya yang merasa di atas. Dan menyamakan suaminya yang pelit dengan daging unta yang kurus. Daging unta tidak sama dengan daging kambing karena daging unta rasanya kurang enak, oleh karena itu banyak orang yang tidak begitu senang dengan daging unta. Orang-orang lebih mendahulukan daging kambing kemudian daging sapi baru kemudian daging unta. Ditambah lagi dagingnya dari unta yang kurus. Lebih parah lagi daging tersebut memiliki bau yang kurang enak. Yaitu meskipun sang istri butuh terhadap apa yang dimiliki suaminya namun ia tahu bahwa suaminya pelit, kalau ia meminta dari suaminya maka akan sangat sulit sekali untuk diberi, kalaupun diberi hanyalah sedikit karena pelitnya suaminya, ditambah lagi akhlak suaminya yang sombong lagi merasa tinggi.
Peringatan
Terkadang akhlak yang jelek yang timbul dari seorang istri adalah akibat jeleknya akhlak sang suami. Terkadang sang suamilah yang secara tidak langsung mengajar sang istri untuk pandai berbohong. Bagaimana bisa…??? Jika sang suami adalah suami yang pelit, tidak memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya maka istrinya akan berusaha mencuri uang suaminya yang pelit tersebut, dan jika ditanya oleh suaminya maka ia akan berbohong. Lama kelamaan pun karena terbiasa akhirnya ia menjadi tukang bohong. Padahal jika seorang suami menampakkan pada istrinya bahwasanya ia tidak pelit, dan memberikan kepada istrinya suatu yang bernilai meskipun hanya sedikit, maka hal ini menjadikan sang istri percaya kepadanya dan mendukung sang istri untuk menjadi wanita yang shalihah.
Bukankah sekecil apapun harta yang ia keluarkan untuk memberi nafkah kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala, bahkan sesuap nasi yang ia berikan kepada istrinya!!??
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya bagaimanapun nafkah yang kau berikan kepada istrimu maka ia merupakan sedekah, bahkan sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.[7]
Dalam riwayat Muslim[8],
“Dan tidaklah engkau memberi nafkah dengan mengharapkan wajah Allah kecuali engkau mendapatkan pahala, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.”
Berkata An-Nawawi, “ Seorang suami meletakkan sesuap makanan di mulut istrinya, biasanya hal ini terjadi tatkala sang suami sedang mencumbui, bercanda, dan berlezat-lezat dengan perkara yang diperbolehkan (dengan istrinya). Kondisi seperti ini sangat jauh dari bentuk ketaatan (bentuk ibadah) dan perkara-perkara akhirat. Meskipun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan jika sang suami menghendaki wajah Allah dengan suapan yang ia berikan kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala.”[9]
Berkata Ibnu Hajar, “ Perkara yang mubah jika diniatkan karena Allah maka jadilah ia merupakan ketaatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan perkara dunia yang sangat ringan dan biasa yaitu menyuap istri dengan sesuap makanan, yang hal ini biasanya terjadi tatkala sang suami sedang mencumbu dan mencandai sang istri, namun meskipun demikian ia mendapatkan pahala jika berniat yang baik. Maka bagaimana lagi jika pada perkara-perkara yang lebih dari itu…!!!”[10]
Apalagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa memberi nafkah kepada istri merupakan amalan yang sangat besar pahalanya di sisi Allah.
Sekeping dinar yang engkau infakkan pada jihad fi sabilillah, sekeping dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, sekeping dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin, dan sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu, maka yang paling besar pahalanya adalah sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu,[11]
((Wanita yang kedua berkata “ Suamiku…aku tidak akan menceritakan tentang kabarnya, karena jika aku kabarkan tentangnya aku khawatir aku (tidak mampu) meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya maka aku akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya.”[12]))
Maksudnya yaitu jika ia menceritakan tentang kabar suaminya maka ia akan menyebutkan aibnya yang banyak sekali baik aib yang nampak maupun yang tersembunyi. Aib yang nampak ia ibaratkan dengan urat-uratnya yang muncul dan nampak di tubuhnya, adapun aib yang tersembunyi diibaratkan seperti urat yang timbul di perutnya yang tidak dilihat oleh orang karena tertutup pakaian. Dan jika suaminya tahu bahwa ia membeberkan aib-aib suaminya maka ia akan di cerai oleh suaminya padahal ia tidak siap untuk ditinggal suaminya. Intinya yaitu ia mengeluhkan suaminya yang banyak aibya dan kaku serta tidak murah hati.
Faidah :
Hendaknya istri semangat untuk tetap bisa bersama suami meskipun pada suami terdapat beberapa aib.
((Wanita yang ketiga berkata, “ Suamiku tinggi, jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan digantung.”))
Ada dua penafsiran dari perkataan wanita yang ketiga ini,
Pertama :
Maksud dari suaminya yang tinggi yaitu suaminya keras dan tegas, dialah yang mengatur dirinya dan tidak mau diatur orang lain, sehingga suaminyalah yang mengaturnya dan dia (sang istri) tidak bisa mengaturnya, oleh karena itu ia takut pada suaminya.
Jika ia menyebutkan aib-aib suaminya lalu hal ini sampai kepadanya maka ia akan dicerai. Namun jika ia berdiam diri maka ia tergantung terkatung-katung, seperti tidak punya suami dan sekaligus bukan wanita yang tidak bersuami. Seakan-akan ia berkata, “Aku disisi suamiku seperti tidak bersuami karena aku tidak bisa mengambil manfaat dari suamiku, dan tidak juga aku dicerai agar aku bisa lepas darinya dan mencari suami yang lain.”
Kedua :
Yaitu ia menjelaskan akan buruknya suaminya yang tidak sabaran jika mendengar keluhan-keluhannya. Ia mengetahui jika ia mengeluh kepada suaminya maka sang suami langsung mencerikannya dan ia tidak ingin dicerai karena cintanya yang dalam kepada suaminya. Namun jika ia berdiam diri maka ia akan tersiksa karena seperti wanita yang tidak bersuami padahal ia bersuami.
Faidah :
Suami yang shaleh adalah suami yang dekat kepada istrinya, yang bisa menjadi tempat mencurahkan hati istrinya, dan bukan yang ditakuti istrinya.
((Wanita yang keempat berkata, “ Suamiku seperti malam di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada rasa bosan.”))
Tihamah adalah daerah yang dikelilingi gunung-gunung dan daerah yang mayoritas musimnya terasa panas dan tidak ada angin segar yang bertiup. Namun pada malam hari panas tersebut tidak begitu terasa maka penduduknya akan merasa nyaman dan nikmat jika dibanding keadaan mereka di siang hari.
Maksud dari sang wanita adalah menceritakan tentang kondisi suaminya yang seimbang, tidak ada gangguan dari suaminya dan tidak ada sesuatu yang di bencinya sehingga tidak membosankan untuk terus bersamanya. Sehingga ia merasa aman karena tidak takut gangguan suaminya sehingga kehidupannya nyaman sebagaimana kehidupan penduduk Tihamah tatkala di malam hari.
((Wanita yang kelima berkata, “Suamiku jika masuk rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa yang telah diperbuatnya (yang didapatinya).”))
Dan macan kuat namun suka tidur.
Ada dua kemungkinan makna yang terkandung dari perkataan wanita yang kelima ini.
Pertama adalah pujian (dan ini adalah pendapat mayoritas pensyarah hadits ini)
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah menemuinya maka seperti macan yang kuat yang menerkam dengan kuat. Maksudnya yaitu sang suami sering menjimaknya yang menunjukkan bahwa ia sangat dicintai suaminya sehingga jika suaminya melihatnya maka tidak sabar dan ingin langsung menerkamnya untuk menjimaknya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang pemberani.
Ia tidak pernah bertanya tentang apa yang telah dikeluarkannya yang menunjukkan ia adalah suami yang baik yang sering bersedekah dan tidak peduli dengan sedekah yang ia keluarkan. Atau jika ia masuk ke dalam rumah maka ia tidak peduli dengan aib-aib yanag terdapat dalam rumah.
Faidah :
Termasuk sifat suami yang baik adalah tidak ikut campur dengan istrinya dalam mengatur urusan rumah, oleh karena itu jika ia melihat perubahan-perubahan atau keganjilan-keganjilan dalam rumahnya hendaknya ia pura-pura tidak tahu, ia membiarkan istrinya lah yang menangani hal itu. Atau jika ia memang harus bertanya kepada istrinya tentang keganjilan yang timbul maka hendaknya ia bertanya dengan lembut. Disebutkan bahwa diantara sifat macan adalah banyak tidur sehingga sering lalai dari mangsa yang terkadang berada di hadapannya. Ini merupakan isyarat bahwa sang suami adalah orang yang kuat namun sering tidak ikut campur dalam urusan sang istri dalam mengatur runah. Inilah makna dari perkataan sang wanita, “tidak bertanya apa yang didapatinya.”[13]
Disebutkan juga bahwa seorang Arab ditanya, “ Siapakah yang disebut dengan orang yang pandai? “, maka ia menjawab “ Orang yang mengerti namun berpura-pura tidak tahu.”
Betapa banyak permasalahan rumah tangga yang timbul karena sang suami terlalu detail dalam menghadapi istrinya, segala yang terjadi di rumahnya bahkan sampai perkara-perkara yang sepele dan ringan ia tanyakan, ia cek pada istrinya. Akhirnya timbullah permasalahan dan cekcok antara dia dan istrinya. Kalau seandainya ia sedikit berpura-pura tidak tahu,terutama pada perkara-perkara yang ringan maka akan banyak permasalahan yang bisa diselesaikan, bahkan hanya dengan salam. Bahkan sebagian kesalahan-kesalahan yang ringan yang dilakukan oleh sang istri –dan sang istri menyadari bahwa ia telah bersalah- jika dibiarkan saja oleh sang suami maka akan selesai dengan sendirinya. Oleh karena itu seorang yang cerdik adalah yang menerapkan sifat pura-pura tidak tahu pada beberapa permasalahan keluarga yang dihadapinya terutama permasalahan-permasalahan yang ringan[14]. Sifat inilah yang disebut dengan mudaraah (pura-pura tidak tahu atau basa-basi) dan akan datang penjelasannya.
Kedua adalah celaan
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah seperti macan dimana jika suaminya menjimaknya maka langsung terkam tanpa dibuka dengan cumbuan dan rayuan karena sifatnya yang keras seperti macan. Atau karena sifatnya yang jelek sehingga kalau masuk ke dalam rumah sering memukulnya dan menamparnya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang lebih keras lagi dan lebih berani lagi. Dan jika ia masuk rumah maka ia tidak bertanya-tanya, yaitu sang suami tidak pernah perduli dengan keadaan istrinya dan juga urusan rumahnya.
Faidah:
Suami yang baik adalah yang selalu bertanya kepada istrinya tentang kondisi istrinya meskipun sang istri tidak menampakkan tanda-tanda perubahan, yang hal ini menyebabkan sang istri merasa bahwa ia sangatlah diperhatikan oleh suaminya.
Bagaimanakah kisah Abu Zar’ dan Ummu Zar’?, marilah kita simak tuturan Ummul mukminin Aisyah[2] beserta penjelasan kisah mereka yang dirangkum dari kitab Fathul Bari[3], serta Faidah yang di ambil dari beberapa sumber[4].
((Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikitpun kabar tentang suami mereka. Maka wanita pertama berkata, “ Sesungguhnya suamiku adalah daging unta yang kurus[5] yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur[6] yang tidak mudah untuk di daki dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambili.”))
Maksudnya adalah sang wanita memisalkan keburukan akhlak suaminya seperti gunung terjal, yang sulit untuk di daki, demikian juga sifat sombong suaminya yang merasa di atas. Dan menyamakan suaminya yang pelit dengan daging unta yang kurus. Daging unta tidak sama dengan daging kambing karena daging unta rasanya kurang enak, oleh karena itu banyak orang yang tidak begitu senang dengan daging unta. Orang-orang lebih mendahulukan daging kambing kemudian daging sapi baru kemudian daging unta. Ditambah lagi dagingnya dari unta yang kurus. Lebih parah lagi daging tersebut memiliki bau yang kurang enak. Yaitu meskipun sang istri butuh terhadap apa yang dimiliki suaminya namun ia tahu bahwa suaminya pelit, kalau ia meminta dari suaminya maka akan sangat sulit sekali untuk diberi, kalaupun diberi hanyalah sedikit karena pelitnya suaminya, ditambah lagi akhlak suaminya yang sombong lagi merasa tinggi.
Peringatan
Terkadang akhlak yang jelek yang timbul dari seorang istri adalah akibat jeleknya akhlak sang suami. Terkadang sang suamilah yang secara tidak langsung mengajar sang istri untuk pandai berbohong. Bagaimana bisa…??? Jika sang suami adalah suami yang pelit, tidak memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya maka istrinya akan berusaha mencuri uang suaminya yang pelit tersebut, dan jika ditanya oleh suaminya maka ia akan berbohong. Lama kelamaan pun karena terbiasa akhirnya ia menjadi tukang bohong. Padahal jika seorang suami menampakkan pada istrinya bahwasanya ia tidak pelit, dan memberikan kepada istrinya suatu yang bernilai meskipun hanya sedikit, maka hal ini menjadikan sang istri percaya kepadanya dan mendukung sang istri untuk menjadi wanita yang shalihah.
Bukankah sekecil apapun harta yang ia keluarkan untuk memberi nafkah kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala, bahkan sesuap nasi yang ia berikan kepada istrinya!!??
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya bagaimanapun nafkah yang kau berikan kepada istrimu maka ia merupakan sedekah, bahkan sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.[7]
Dalam riwayat Muslim[8],
“Dan tidaklah engkau memberi nafkah dengan mengharapkan wajah Allah kecuali engkau mendapatkan pahala, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.”
Berkata An-Nawawi, “ Seorang suami meletakkan sesuap makanan di mulut istrinya, biasanya hal ini terjadi tatkala sang suami sedang mencumbui, bercanda, dan berlezat-lezat dengan perkara yang diperbolehkan (dengan istrinya). Kondisi seperti ini sangat jauh dari bentuk ketaatan (bentuk ibadah) dan perkara-perkara akhirat. Meskipun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan jika sang suami menghendaki wajah Allah dengan suapan yang ia berikan kepada istrinya maka ia akan mendapatkan pahala.”[9]
Berkata Ibnu Hajar, “ Perkara yang mubah jika diniatkan karena Allah maka jadilah ia merupakan ketaatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan perkara dunia yang sangat ringan dan biasa yaitu menyuap istri dengan sesuap makanan, yang hal ini biasanya terjadi tatkala sang suami sedang mencumbu dan mencandai sang istri, namun meskipun demikian ia mendapatkan pahala jika berniat yang baik. Maka bagaimana lagi jika pada perkara-perkara yang lebih dari itu…!!!”[10]
Apalagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa memberi nafkah kepada istri merupakan amalan yang sangat besar pahalanya di sisi Allah.
Sekeping dinar yang engkau infakkan pada jihad fi sabilillah, sekeping dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, sekeping dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin, dan sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu, maka yang paling besar pahalanya adalah sekeping dinar yang engkau infakkan kepada istrimu,[11]
((Wanita yang kedua berkata “ Suamiku…aku tidak akan menceritakan tentang kabarnya, karena jika aku kabarkan tentangnya aku khawatir aku (tidak mampu) meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya maka aku akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya.”[12]))
Maksudnya yaitu jika ia menceritakan tentang kabar suaminya maka ia akan menyebutkan aibnya yang banyak sekali baik aib yang nampak maupun yang tersembunyi. Aib yang nampak ia ibaratkan dengan urat-uratnya yang muncul dan nampak di tubuhnya, adapun aib yang tersembunyi diibaratkan seperti urat yang timbul di perutnya yang tidak dilihat oleh orang karena tertutup pakaian. Dan jika suaminya tahu bahwa ia membeberkan aib-aib suaminya maka ia akan di cerai oleh suaminya padahal ia tidak siap untuk ditinggal suaminya. Intinya yaitu ia mengeluhkan suaminya yang banyak aibya dan kaku serta tidak murah hati.
Faidah :
Hendaknya istri semangat untuk tetap bisa bersama suami meskipun pada suami terdapat beberapa aib.
((Wanita yang ketiga berkata, “ Suamiku tinggi, jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan digantung.”))
Ada dua penafsiran dari perkataan wanita yang ketiga ini,
Pertama :
Maksud dari suaminya yang tinggi yaitu suaminya keras dan tegas, dialah yang mengatur dirinya dan tidak mau diatur orang lain, sehingga suaminyalah yang mengaturnya dan dia (sang istri) tidak bisa mengaturnya, oleh karena itu ia takut pada suaminya.
Jika ia menyebutkan aib-aib suaminya lalu hal ini sampai kepadanya maka ia akan dicerai. Namun jika ia berdiam diri maka ia tergantung terkatung-katung, seperti tidak punya suami dan sekaligus bukan wanita yang tidak bersuami. Seakan-akan ia berkata, “Aku disisi suamiku seperti tidak bersuami karena aku tidak bisa mengambil manfaat dari suamiku, dan tidak juga aku dicerai agar aku bisa lepas darinya dan mencari suami yang lain.”
Kedua :
Yaitu ia menjelaskan akan buruknya suaminya yang tidak sabaran jika mendengar keluhan-keluhannya. Ia mengetahui jika ia mengeluh kepada suaminya maka sang suami langsung mencerikannya dan ia tidak ingin dicerai karena cintanya yang dalam kepada suaminya. Namun jika ia berdiam diri maka ia akan tersiksa karena seperti wanita yang tidak bersuami padahal ia bersuami.
Faidah :
Suami yang shaleh adalah suami yang dekat kepada istrinya, yang bisa menjadi tempat mencurahkan hati istrinya, dan bukan yang ditakuti istrinya.
((Wanita yang keempat berkata, “ Suamiku seperti malam di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada rasa bosan.”))
Tihamah adalah daerah yang dikelilingi gunung-gunung dan daerah yang mayoritas musimnya terasa panas dan tidak ada angin segar yang bertiup. Namun pada malam hari panas tersebut tidak begitu terasa maka penduduknya akan merasa nyaman dan nikmat jika dibanding keadaan mereka di siang hari.
Maksud dari sang wanita adalah menceritakan tentang kondisi suaminya yang seimbang, tidak ada gangguan dari suaminya dan tidak ada sesuatu yang di bencinya sehingga tidak membosankan untuk terus bersamanya. Sehingga ia merasa aman karena tidak takut gangguan suaminya sehingga kehidupannya nyaman sebagaimana kehidupan penduduk Tihamah tatkala di malam hari.
((Wanita yang kelima berkata, “Suamiku jika masuk rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa yang telah diperbuatnya (yang didapatinya).”))
Dan macan kuat namun suka tidur.
Ada dua kemungkinan makna yang terkandung dari perkataan wanita yang kelima ini.
Pertama adalah pujian (dan ini adalah pendapat mayoritas pensyarah hadits ini)
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah menemuinya maka seperti macan yang kuat yang menerkam dengan kuat. Maksudnya yaitu sang suami sering menjimaknya yang menunjukkan bahwa ia sangat dicintai suaminya sehingga jika suaminya melihatnya maka tidak sabar dan ingin langsung menerkamnya untuk menjimaknya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang pemberani.
Ia tidak pernah bertanya tentang apa yang telah dikeluarkannya yang menunjukkan ia adalah suami yang baik yang sering bersedekah dan tidak peduli dengan sedekah yang ia keluarkan. Atau jika ia masuk ke dalam rumah maka ia tidak peduli dengan aib-aib yanag terdapat dalam rumah.
Faidah :
Termasuk sifat suami yang baik adalah tidak ikut campur dengan istrinya dalam mengatur urusan rumah, oleh karena itu jika ia melihat perubahan-perubahan atau keganjilan-keganjilan dalam rumahnya hendaknya ia pura-pura tidak tahu, ia membiarkan istrinya lah yang menangani hal itu. Atau jika ia memang harus bertanya kepada istrinya tentang keganjilan yang timbul maka hendaknya ia bertanya dengan lembut. Disebutkan bahwa diantara sifat macan adalah banyak tidur sehingga sering lalai dari mangsa yang terkadang berada di hadapannya. Ini merupakan isyarat bahwa sang suami adalah orang yang kuat namun sering tidak ikut campur dalam urusan sang istri dalam mengatur runah. Inilah makna dari perkataan sang wanita, “tidak bertanya apa yang didapatinya.”[13]
Disebutkan juga bahwa seorang Arab ditanya, “ Siapakah yang disebut dengan orang yang pandai? “, maka ia menjawab “ Orang yang mengerti namun berpura-pura tidak tahu.”
Betapa banyak permasalahan rumah tangga yang timbul karena sang suami terlalu detail dalam menghadapi istrinya, segala yang terjadi di rumahnya bahkan sampai perkara-perkara yang sepele dan ringan ia tanyakan, ia cek pada istrinya. Akhirnya timbullah permasalahan dan cekcok antara dia dan istrinya. Kalau seandainya ia sedikit berpura-pura tidak tahu,terutama pada perkara-perkara yang ringan maka akan banyak permasalahan yang bisa diselesaikan, bahkan hanya dengan salam. Bahkan sebagian kesalahan-kesalahan yang ringan yang dilakukan oleh sang istri –dan sang istri menyadari bahwa ia telah bersalah- jika dibiarkan saja oleh sang suami maka akan selesai dengan sendirinya. Oleh karena itu seorang yang cerdik adalah yang menerapkan sifat pura-pura tidak tahu pada beberapa permasalahan keluarga yang dihadapinya terutama permasalahan-permasalahan yang ringan[14]. Sifat inilah yang disebut dengan mudaraah (pura-pura tidak tahu atau basa-basi) dan akan datang penjelasannya.
Kedua adalah celaan
Yaitu suaminya jika masuk ke dalam rumah seperti macan dimana jika suaminya menjimaknya maka langsung terkam tanpa dibuka dengan cumbuan dan rayuan karena sifatnya yang keras seperti macan. Atau karena sifatnya yang jelek sehingga kalau masuk ke dalam rumah sering memukulnya dan menamparnya. Dan jika keluar rumah maka seperti singa yang lebih keras lagi dan lebih berani lagi. Dan jika ia masuk rumah maka ia tidak bertanya-tanya, yaitu sang suami tidak pernah perduli dengan keadaan istrinya dan juga urusan rumahnya.
Faidah:
Suami yang baik adalah yang selalu bertanya kepada istrinya tentang kondisi istrinya meskipun sang istri tidak menampakkan tanda-tanda perubahan, yang hal ini menyebabkan sang istri merasa bahwa ia sangatlah diperhatikan oleh suaminya.
((Wanita yang keenam berkata, “ Suamiku jika makan maka banyak
menunya dan tidak ada sisanya, jika minum maka tidak tersisa, jika
berbaring maka tidur sendiri sambil berselimutan, dan tidak mengulurkan
tangannya untuk mengetahui kondisiku yang sedih”))
Maksudnya yaitu ia mensifati suaminya yang banyak makan dan minum,
dan orang Arab menggunakan sifat banyak makan dan minum untuk mencela
seseorang dan menggunakan sifat banyak berjimak untuk memuji seseoran
yang menunjukkan kejantanannya. Wanita yang keenam ini ingin menjelaskan
sifat suaminya yang buruk yang tidak memperhatikan dirinya. Jika tidur
maka ia memojok (menjauh) dengan sellimutnya sendiri tidak satu selimut
dengan istrinya. Dan jika ia hendak berjimak maka ia tidak menjulurkan
tangannya untuk mencumbu sang istri sebagai pembukaan jimak. Atau
maksudnya jika sang istri mengalami kesedihan, kesusahan,atau sakit maka
ia tidak pernah menjulurkan tangannya ke tubuh istrinya untuk mengecek
keadaannya, yang hal ini menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap
istrinya.Faidah:Bukan termasuk sikap yang baik jika suami tidur sebelum
berbincang-bincang dengan istrinya dan menyentuhkan tangannya kepada
istrinya sebagai tanda kasih sayangnya. Kemudian jika sang istri
memunculkan adanya perubahan pada sikapnya (baik kesedihan atau rasa
sakit) maka hendaknya suami tanggap dan segera menunjukkan perhatiannya
pada istrinya.
((Wanita yang ketujuh berkata,”Suamiku bodoh yang tidak pandai
berjimak, semua penyakit (aib) dia miliki, dia melukai kepalamu, melukai
badanmu, atau mengumpulkan seluruhnya untukmu”))
Yaitu ia ingin menjelasakan bahwa suaminya bodoh tidak pandai dan
tidak kuat berjimak, ditambah lagi akhlaknya yang buruk, jika ia (sang
istri) berbicara dengannya maka ia langsung memaki, jika sang istri
bercanda maka langsung memukul kepalanya hingga melukainya, jika sang
istri membuatnya marah maka ia memukulnya hingga mematahkan tulang, atau
ia mengumpulkan semua itu (mengumpulkan makian, pukulan, dan mematahkan
tulang). Semua aib yang ada di dunia ini terdapat pada diri suaminya.
((Wanita yang kedelapan berkata, “Suamiku sentuhannya seperrti
sentuhan kelinci dan baunya seperti bau zarnab (tumbuhan yang baunya
harum)”))
Maksudnya yaitu bahwa suaminya lembut, berakhlak baik, bersihan, dan berbicara dengan pembicaraan yang baik.
Faidah:
Merupakan sifat suami yang baik adalah yang memperhatikan keharuman tubuhnya.
(( Wanita yang kesembilan berkata, “Suamiku tinggi tiang rumahnya,
panjang sarung pedangnya, banyak Abunya, dan rumahnya dekat dengan
bangsal (tempat pertemuan)”))
Maksudnya yaitu suaminya memiliki rumah yang luas yang menunjukkan
akan mulianya dan tinggi martabatnya di masyarakat. Ia adalah orang yang
tinggi karena barang siapa yang sarung pedangnya panjang maka
menunjukkan ia adalah orang yang tinggi, juga pemberani. Suaminya juga
suka menjamu tamu hingga api tungkunya selalu menyala setiap saat
menanti tamu yang datang, yang hal ini mengakibatkan banyaknya Abu bekas
bakaran api. Dan rumahnya dekat dengan tempat pertemuan, maksudnya ia
adalh orang yang dimuliakan oleh masyarakat sehingga masyarakat sering
berkumpul di rumahnya, atau maknanya yaitu ia membangun rumahnya dekat
dengan tempat perkumpulan masyarakat agar mereka mudah untuk mampir di
rumahnya untuk ia jamu.
((Wanita yang kesepuluh berkata, “Suamiku (namanya) adalah Malik, dan
siapakah gerangan si Malik?, Malik adalah lebih baik dari pujian yang
disebutkan tentangnya. Ia memiliki unta yang banyak kandangnya dan
sedikit tempat gembalanya, dan jika unta-unta tersebut mendengar tukang
penyala api maka unta-unta tersebut yakin bahwa mereka akan binasa.”))
Wanita ini menjelaskan bahwa suaminya adalah seorang suami yang
sangat baik, lebih baik dari yang disangka oleh pendengar, lebih baik
dari pujian tentangnya. Ia memiliki unta yang sangat banyak di kandang
dan jarang dikeluarkan untuk digembalakan karena sering datangnya tamu,
sehingga unta-unta tersebut harus selalu disiapkan disembelih untuk
memuliakan dan menjamu para tamu. Hari-hari disembelihnya unta-unta
lebih banyak dari pada hari-hari digembalakannya unta-unta tersebut, hal
ini menunjukkan betapa karimnya dan baiknya sang suami yng selalu
menjamu para tamunya. Unta-unta tersebut jika mendengar suara tukang
jagal datang maka mereka yakin bahwa mereka pasti akan disembelih karena
itulah kebiasaannya tukang jagal yang selalu menyembelih mereka.
Faidah:
Termasuk sifat suami yang baik adalah memuliakan tamu, dan hendaknya
ia selalu menyiapkan makanan khusus untuk para tamu karena para tamu
bisa datang sewaktu-waktu.
((Wanita yang kesebelas berkata, “ Suamiku adalah Abu Zar’. Siapa
gerangan Abu Zar’?, dialah yang telah memberatkan telingaku dengan
perhiasan dan telah memenuhi lemak di lengan di atas tanganku dan
menyenangkan aku maka aku pun gembira))
Maksudnya yaitu suaminya Abu Zar’ memberikannya perhiasan yang banyak
dan memperhatikan dirinya serta menjadikan tubuhnya padat (montok).
Karena jika lengan atasnya padat maka tandanya tubuhnya semuanya padat.
Hal ini menjadikannya gembira.
(( Ia mendapatiku pada peternak kambing-kambing kecil dengan
kehidupan yang sulit, lalu ia pun menjadikan aku di tempat para pemiliki
kuda dan unta, penghalus makanan dan suara-suara hewan ternak.
Disisinya aku berbicara dan aku tidak dijelek-jelekkan, aku tidur di
pagi hari, aku minum hingga aku puas dan tidak pingin minum lagi))
Maksudnya yaitu Abu Zar’mendapatinya dari keluarga yang
menggembalakan kambing-kambing kecil yang menunjukkan keluarga tersebut
kurang mampu dan menjalani hidup dengan susah payah. Lalu Abu Zar’
memindahkannya ke kehidupan keluarga yang mewah yang makanan mereka
adalah makanan pilihan yang dihaluskan. Mereka memiliki kuda-kuda dan
unta-unta serta hewan-hewan ternak lainnya.
Jika ia berbicara di hadapan suaminya maka suaminya Abu Zar’ tidak
pernah membantahnya dan tidak pernah menghinakan atau menjelekkannya
karena mulianya suaminya tersebut dan sayangnya pada dirinya. Ia tidur
di pagi hari dan tidak dibangunkan karena sudah ada pembantu yang
mengurus urusan rumah. Ia minum hingga puas sekali dan tidak ingin minum
lagi yaitu suaminya telah memberikannya berbagai model minuman seperti
susu, jus anggur, dan yang lainnya.
Faidah :
Merupakan sifat suami yang baik adalah menghiasi dan mempercantik
istrinya dengan perhiasan dan memberikan kepada istrinya makanan
pilihan. Sesungguhnya hal ini menjadikan sang istri menjadi sangat
mencintai suaminya karena merasakan perhatian suaminya dan sayangnya
suaminya kepadanya.
Para wanita sangat suka kepada perhiasan emas, dan ini merupakan hadiah yang paling baik yang diberikan kepada wanita.
Merupakan sifat suami yang baik adalah membantu istrinya. Diantaranya dengan mendatangkan pembantu yang bisa membantu tugas-tugas rumah tangga istrinya.
Tubuh yang berisi padat (tidak kurus dan tidak gemuk) merupakan sifat kecantikan seorang wanita.
(( Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas))
Para wanita sangat suka kepada perhiasan emas, dan ini merupakan hadiah yang paling baik yang diberikan kepada wanita.
Merupakan sifat suami yang baik adalah membantu istrinya. Diantaranya dengan mendatangkan pembantu yang bisa membantu tugas-tugas rumah tangga istrinya.
Tubuh yang berisi padat (tidak kurus dan tidak gemuk) merupakan sifat kecantikan seorang wanita.
(( Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas))
Kemudian karena besar cintanya kepada suaminya maka mulailah ia
menceritakan tentang keadaan keluarga suaminya, diantaranya adalah ibu
suaminya (Ibu Abu Zar’). Ibu suaminya adalah wanita yang kaya raya yang
memiliki banyak perabot rumah tangga didukung dengan rumahnya yang besar
dan luas. Hal ini menunjukkan bahwa sang ibu adalah orang yang sangat
baik yang selalu memuliakan tamu-tamunya.
Faidah :
Diantara sifat istri yang shallihah hendaknya ia menghormati ibu
suaminya dan memahami bahwa ibu suaminya lah yang telah melahirkan
suaminya yang telah banyak berbuat baik kepadanya[1]. Kemudian hendaknya
tidak ada permusuhan antara seorang istri yang shalihah dan ibu
suaminya. Dan sesungguhnya tidak perlu adanya permusuhan karena pada
hakekatnya tidak ada motivasi yang mendorong pada hal itu jika keduanya
menyadari bahwa masing-masing memiliki hak-hak khusus yang berbeda yang
harus ditunaikan oleh sang suami.
((Putra Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, tempat tidurnya adalah
pedang yang terhunus keluar dari sarungnya, ia sudah kenyang jika
memakan lengan anak kambing betina.))
Maksudnya, bahwa putra suaminya adalah anak yang gagah dan tampan
serta pemberani, tidak gemuk karena sedikit makannya, tidak kaku dan
lembut, namun sering membawa alat perang dan gagah tatkala berperang.
((Putri Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, taat kepada ayahnya dan
ibunya, tubuhnya segar montok, membuat madunya marah kepadanya.))
Maksudnya yaitu ia adalah seorang putri yang berbakti kepada kedua
orang tuanya sehingga menjadikannya adalah buah hati kedua orang tuanya.
Ia seorang putri yang cantik dan disenangi suaminya hingga menjadikan
istri suaminya yang lain cemburu dan marah kepadanya karena
kecantikannya tersebut.
((Budak wanita Abu Zar’, siapakah gerangan dia?, ia menyembunyikan
rahasia-rahasia kami dan tidak menyebarkannya, tidak merusak makanan
yang kami datangkan dan tidak membawa lari makanan tersebut, serta tidak
mengumpulkan kotoran di rumah kami.))
Maksudnya, budak wanita tersebut adalah orang yang terpercaya bisa
menjaga rahasia dan amanah. Seluruh kejadian atau pembicaraan yang
terjadi di dalam rumah tidak tersebar keluar rumah. Ia sangat jauh dari
sifat khianat dan sifat mencuri. Dia juga pandai menjaga diri sehingga
jauh dari tuduhan-tuduhan sehingga ia tidak membawa kotoran
(tuduhan-tuduhan jelek) dalam rumah kami.
Demikianlah sang wanita menceritakan kebaikan-kebaikan yang ia
dapatkan di rumah suaminya, yang hal ini menunjukkan betapa besar
cintanya dan sayangnya ia pada suaminya, hatinya telah tertawan oleh
suaminya. Bahkan dalam riwayat yang lain ia juga menyebutkan tentang
tamu Abu Zar’, harta Abu Zar’, dn para tukang masak Abu Zar’, bahkan
sampai-sampai ia menceritakan tentang anjingnya Abu Zar’[2].
(( Keluarlah Abu Zar’pada saat tempat-tempat dituangkannya susu
sedang di goyang-goyang agar keluar dari susunya, maka iapun bertemu
dengan seoranng wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan.
Mereka berdua sedang bermain di dekatnya dengan dua buah delima. Maka
ia pun lalu menceraikanku dan menikahi wanita tersebut.))
Maksudnya, Abu Zar’ suatu saat keluar di pagi hari pada waktu para
pembantu dan para budak sedang sibuk bekerja dan diantara mereka ada
yang sedang menggoyang-goyangkan (mengocok-ngocok) susu segar keluar
sari susu tersebut. Kemudian ia bertemu dengan seorang wanita yang
memiliki dua orang anak yang menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah
wanita yang subur. Hal ini merupakan sebab tertariknya Abu Zar’ untuk
menikahi wanita tersebut, karena orang Arab senang dengan wanita yang
subur untuk memperbanyak keturunan. Dan sang wanita memiliki dua anak
yang masih kecil-kecil yang menunjukkan bahwa wanita tersebut masih muda
belia. Akhirnya Abu Zar’ pun menikahi wanita tersebut dan mencerai Ummu
Zar’.
((Settelah itu aku pun menikahi seorang pria yang terkemuka yang
menunggang kuda pilihan balap. Ia mengambil tombak khatthi[3] lalu
membawa tombak tersebut untuk berperang dan membawa ghanimah berupa unta
yang banyak sekali. Ia memberiku sepasang hewan dari hewan-hewan yang
disembelih dan berkata, “ Makanlah wahai Ummu zar’ dan berkunjunglah ke
keluargamu dengan membawa makanan”. Kalau seandainya aku mengumpulkan
semua yang diberikan olehnya maka tidak akan mencapai belanga terkecil
Abu Zar’))
Yaitu Ummu Zar’ setelah itu menikahi seorang pria yang gagah perkasa
yang sangat baik kepadanya hingga memberikannya makanan yang banyak,
demikian juga pemberian-pemberian yang lain, bahkan ia memerintahkannya
untuk membawa pemberian-pemberian tersebut kepada keluarga Ummu Zar’.
Namun meskipun demikian Ummu Zar’ kurang merasa bahagia dan selalu ingat
kepada Abu Zar’.
Yang membedakan antara Abu Zar’ dan suaminya yang kedua adalah Abu
Zar’ selalu berusaha mengambil hati istrinya, ia tidak hanya memenuhi
kebutuhan istrinya akan tetapi kelembutannya dan kasih sayangnyalah yang
telah memikat hati istrinya. Ditambah lagi Abu zar’ adalah suami
pertama dari sang wanita, hal ini sebagaimana perkataan seorang penyair,
Pindahkanlah hatimu kepada siapa saja yang engkau mau
Namun kecintaan (sejati) hanyalah untuk kekasih yang pertama
Betapa banyak tempat di bumi yang sudah biasa ditinggali seorang pemuda
Namun selamanya kerinduannya selalu kepada tempat yang pertama ia tinggali
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
untuk menikahi para wanita yang perawan karena wanita perawan akan
lebih cinta kepada suaminya, karena suaminyalah yang pertama kali
menngenalkannya makna cinta.[4]
Ia tidak bisa melupakan kebaikan-kebaikan suamipertamanya Abu Zar’
bahkan kebaikan-kebaikan yang begitu banyak yang ia dapatkan dari suami
keduanya seakan-akan tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan
kebaikan yang diberikan oleh Abu Zar’ kepadanya.
Faidah :
Diantara sifat suami yang baik adalah membiarkan istrinya bersilaturahmi dengan keluarga istrinya.
Bahkan merupakan sifat suami yang baik adalah membiarkan istrinya memberikan makanan atau sesuatu dari rumahnya untuk keluarga istrinya bahkan suami yang baik adalah yang mendorong istrinya berbuat demikian.
Menguasai seorang wanita adalah dengan menguasai hatinya. Abu Zar’ telah menguasai hati Ummu Zar’ sehingga Ummu zar’ tidak bisa melupakannya meskipun suaminya yang kedua tidak kalah baiknya atau bahkan lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal pemberian. Namun karena hati Ummu Zar’ telah dikuasai oleh Abu Zar’ maka semua pemberian suami keduanya kurang bernilai di hadapan pemberian Abu Zar’. Hal ini menunjukkan bahwa hati itu dimiliki dengan akhlak dan pergaulan yang baik bukan dengan harta.
Wanita yang pandai adalah wanita tidak menyerah dengan susahnya kehidupan lihatlah Ummu Zar’ ia tidak putus asa setelah dicerai oleh Abu Zar’, tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan, akan tetapi ia segera menikah dengan lelaki yang lain untuk memulai kehidupan baru.
Perceraian bukanlah merupakan akhir dari kehidupan, lihatlah Ummu Zar’ menikah lagi sebagaimana Abu Zar’ menikah lagi.
((Aisyah berkata, “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,(?????? ???? ????????? ?????? ??????? ??????) “ Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ “))
Bahkan merupakan sifat suami yang baik adalah membiarkan istrinya memberikan makanan atau sesuatu dari rumahnya untuk keluarga istrinya bahkan suami yang baik adalah yang mendorong istrinya berbuat demikian.
Menguasai seorang wanita adalah dengan menguasai hatinya. Abu Zar’ telah menguasai hati Ummu Zar’ sehingga Ummu zar’ tidak bisa melupakannya meskipun suaminya yang kedua tidak kalah baiknya atau bahkan lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal pemberian. Namun karena hati Ummu Zar’ telah dikuasai oleh Abu Zar’ maka semua pemberian suami keduanya kurang bernilai di hadapan pemberian Abu Zar’. Hal ini menunjukkan bahwa hati itu dimiliki dengan akhlak dan pergaulan yang baik bukan dengan harta.
Wanita yang pandai adalah wanita tidak menyerah dengan susahnya kehidupan lihatlah Ummu Zar’ ia tidak putus asa setelah dicerai oleh Abu Zar’, tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan, akan tetapi ia segera menikah dengan lelaki yang lain untuk memulai kehidupan baru.
Perceraian bukanlah merupakan akhir dari kehidupan, lihatlah Ummu Zar’ menikah lagi sebagaimana Abu Zar’ menikah lagi.
((Aisyah berkata, “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,(?????? ???? ????????? ?????? ??????? ??????) “ Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ “))
Berkata Imam An-Nawawi, “ Dan lafal (?????) (yaitu dalam sabda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?????? adalah zaaidah (tambahan)
atau untuk menunjukkan dawam (kesinambungan) sebagaimana firman Allah
??????? ?????? ????????? ???????? ( Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang), yaitu sejak dahulu hingga seterusnya Allah akan
selalu bersifat demikian (Maha Pengampun dan Maha Penyayang)”[5]
Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah orang yang selalu sayang dan perhatian kepada Aisyah. Berbeda
dengan sebagian suami yang kasih sayangnya kepada istrinya hanya pada
waktu-waktu tertentu saja, dan pada waktu-waktu yang lain tidak sayang
dan perhatian lagi kepada istrinya.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah,
?????? ?? ???? ??? ??? ??? ??? ?? ??? ??? ??? ? ??? ?? ????
“Aku bagimu seperti Abu Zar’ seperti Ummu Zar’ hanya saja Abu Zar’ mencerai dan aku tidak mencerai.”[6]
Dalam riwayat lain Aisyah berkata, (?? ???? ???? ?? ??? ??? ????? ??
??? ???) “ Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada
Abu Zar’”[7]
Faidah :
Faidah :
Perhatikanlah… Aisyah menceritakan kisah yang indah kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah sabar mendengarkan kisah
tersebut padahal kisahnya panjang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sama sekali tidak memotong pembicaraan Aisyah, padahal beliau
memiliki kesibukkan yang sangat banyak, banyak urusan penting yang harus
beliau tunaikan. Maka suami yang baik adalah suami yang mendengarkan
pembicaran istrinya dan tidak memotong pembicaraannya.
Para wanita kalau berkumpul biasanya pembicaraan mereka seputar para lelaki. Hal ini berbeda dengan para lelaki, kalau mereka berkumpul biasanya pembicaraan mereka berputar pada perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan.
Bolehnya membuat permisalan dalam pembicaraan.
Peringatan
Para wanita kalau berkumpul biasanya pembicaraan mereka seputar para lelaki. Hal ini berbeda dengan para lelaki, kalau mereka berkumpul biasanya pembicaraan mereka berputar pada perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan.
Bolehnya membuat permisalan dalam pembicaraan.
Peringatan
Bukanlah maksudnya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap Aisyah sama persis sebagaimana sifat Abu Zar’ kepada Ummu Zar’,
akan tetapi maksudnya sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sama dengan sikap Abu Zar’ dalam hal kasih sayang kepada istri, hal ini
sebagaimana dalam riwayat Al-Haitsam ?????? ?? ???? ??? ??? ??? ??
?????? (aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’ dalam hal kasih
sayang ) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari[8].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyamai Abu Zar’
dalam segala hal dan sifat yang disebutkan dalam hadits seperti kekayaan
dan kemewahan hidup, memiliki putra, pembantu dan yang lainnya.
Demikian juga jelas bahwa ibadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah sama dengan Abu Zar’, bahkan dalam hadits sama sekali
tidak disebutkan tentang ibadah Abu Zar. Oleh karena itu janganlah
dipahami dari kisah Abu Zar’ ini bahwa hanyalah yang bisa menggauli
istrinya dengan baik adalah yang memiliki harta banyak dan berlebihan.
Akan tetapi maksudnya hendaknya seseorang itu seperti Abu Zar’ dalam hal
kasih sayang dan perhatian serta pemberian. Dan menampakkan kasih
sayang dan perhatian tidaklah mesti dengan harta yang banyak, akan
tetapi masing-masing suami menyesuaikan dengan kondisinya yang penting
ia bisa menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya serta tidak pelitnya
dia kepada istrinya.
Wallahu A’lam…
Sumber: Suami Idaman Istri Pilihan (Surat dari Seorang Suami untuk Suami), Abu Abdil Muhsin Firanda, M.A. , Pustaka Muslim
[1] Lihat ceramah Syaikh Abu Ishaaq Al-Huwaini yang berjudul “Lailah fi bait An-Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
[2] Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath IX/ 272
[3] Yaitu tombak yang didatangkan dari suatu tempat di pinggiran Bahrain yang bernama Khath akhirnya dinisbahkanlah nama tombak tersebut pada nama tempat itu. Disebutkan bahwa tombak-tombak tersebut asalnya dari negeri India kemudian diimport ke Khath di Bahrain (A-Fath IX/ 274)
[4][4] Lihat penjelasannya lebih panjang dalam tulisan “Kekasih Idaman”
[5] Al-Minhaj XV/ 221
[6] HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/ 173 no. 270
[7] HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra V/ 358 no. 9139
[8] Al-Fath IX/ 277
[2] Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath IX/ 272
[3] Yaitu tombak yang didatangkan dari suatu tempat di pinggiran Bahrain yang bernama Khath akhirnya dinisbahkanlah nama tombak tersebut pada nama tempat itu. Disebutkan bahwa tombak-tombak tersebut asalnya dari negeri India kemudian diimport ke Khath di Bahrain (A-Fath IX/ 274)
[4][4] Lihat penjelasannya lebih panjang dalam tulisan “Kekasih Idaman”
[5] Al-Minhaj XV/ 221
[6] HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/ 173 no. 270
[7] HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra V/ 358 no. 9139
[8] Al-Fath IX/ 277
0 komentar:
Posting Komentar